PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Hakikat dan Pengertian
Pengembangan Kurikulum merupakan bagian yang essensial dalam proses pendidikan. Sasaran yang dicapai bukan semata-mata memproduksi bahan pelajaran, melainkan lebih dititikberatkan pada peningkatan kualitas Pendidikan. Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses merencanakan dan menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasari hasil pengkajian terhadap kurikulum yang telah berlaku sehingga dapat memberian kondisi belajar-mengajar lebih baik dan berkualitas.
Kurikulum dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan sehingga dituntut memiliki sifat anticipatory, bukan hanya sebagai reportorial. Hal ini berarti kurikulum harus dapat “meramalkan” kejadian masa mendatang, tidak hanya melaporkan keberhasilan belajar peserta didik saat itu ataupun masa lalu.
Pengembangan kurikulum mempunyai dua makna, yakni penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (Curriculum Construction) dan menyempurnakan kurikulum yang telah ada (Curriculum Improvement).
Berdasar focus sasaran yang ingin dikuasai, Nana Syaodih (2000:2) menyebutkan lima pendekatan dalam pengembangan kurikulum sebagai berikut:
Pertama : Pendekatan penguasaan ilmu pengetahuan, merupakan model pengembangan kurikulum yang menekankan isi atau materi dan memuat segi-segi kognitif (pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi) yang diambil dari bidang-bidang ilmu pengetahuan.
Kedua : Pendekatan kemampuan standar, menekankan pada penguasaan kemampuan potensial yang dimiliki peserta didik sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya.
Ketiga : Pendekatan kompetensi adalah model pengembangan kurikulum yang menekankan penguasaan kemampuan atau kompetensi-kompetensi, yaitu kompetensi kejuruan (vocasional) untuk sekolah kejuruan dan kompetensi professional (keahlian) untuk perguruan tinggi.
Keempat : Pendekatan pembentukan pribadi, menekankan pengembangan atau pembentukan aspek-aspek kepribadian secara utuh. Aspek yang dikembangkan adalah seluruh aspek kepribadian
Kelima : Pendekatan pemecahan masalah kemasyarakatan, diarahkan pada terciptanya masyarakat yang lebih baik. Pengembangan kurikulumnya menekankan pada pengembangan kemampuan memecahkan masalah-masalah penting dan mendesak yang ada di masyarakat.
Kelima pendekatan tersebut, kendati nampak berbeda-beda dalam penekanannya, namun menunjukkan kesamaan berkenaan dengan perlunya standar yang mesti dicapai dan atau dikuasai peserta didik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yang selanjutnya disebut dengan standar kurikulum.
R. Ibrahim (2000:2) menyatakan, “ Standar Kurikulum dapat diartikan sebagai perangkat rumusan tentang apa yang harus dipelajari dan dikuasai peserta didik maupun kadar/ tingkat penguasaan yang diharapkan dari peserta didik, setiap mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan”.
Dari pengertian tersebut terdapat dua komponen standar yang tercakup dalam rumusan standar kurikulum, yakni; Standar isi (content standards) yang tercermin dalam pernyataan apa yang harus dipelajari dan dikuasai peserta didik; serta standard prilaku (performance standard) yang tercermin dalam pernyataan kadar/ tingkat penguasaan yang diharapkan dari peserta didik.
Seiring dengan hal tersebut, Indra Djati Sidi (2000:3) menyebutkan bahwa dalam pendidikan dikenal dua jenis standar, yaitu: standar akademis (academic content standards) dan standar kompetensi (performance standard)
Standar akademik mendefinisikan apa yang seharusnya dikuasai oleh siswa. Standar akademis merefleksikan pengetahuan dan keterampilan esensial setiap disiplin ilu yang harus dipelajari oleh seluruh siswa.
Standar kompetensi menjelaskan sejauh mana siswa seharusnya menguasai suatu pengetahuan dan keterampilan. Standar kompetensi ditunjukkan dalam bentuk proses atau hasil kegiatan yang didemonstrasikan ole siswa sebagai penerapan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) nampak menekankan perpaduan antar pendekatan, dalam arti bahwa kurikulum yang dikembangkan memfokuskan pada penguasaan kemampuan aspek-aspek kepribadian serta pemecahan masalah maupun kemampuan potensial peserta didik.
Hal ini dapat terlihat secara jelas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Dalam PP tersebut, ditetapkan Lingkup Standar Nasional pendidikan meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Standar isi; adalah ruang lingkup dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam criteria kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran, yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar proses; adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Standar pendidik dan tenaga kependidikan; adalah criteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
Standar sarana dan prasarana; adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan criteria minimal ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten, /kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Standar pembiayaan pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Seiring dengan standar pendidikan nasional diatas kehadiran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam kebijakan baru dunia pendidikan secara umum serta proses pembelajaran pada khususnya, merupakan suatu alternative strategis dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa, baik dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa, baik dalam aspek perencanaan, proses pengelolaan pembelajaran maupun dalam penetapan hasil belajar siswa.
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)” merupakan seperangkat kemampuan potensial yang harus dikembangkan satuan pendidikan dalam membina serta membekali para peserta didik dengan standar kompetensi tertentu, yang berbasis pada kemampuan setiap satuan pendidikan yang ada.
B. Proses Pengembangan Kurikulum
Tumbuhnya pengembangan kurikulum secara desentralisasi merupakan bukti adanya pertumbuhan dlam proses pengelolaan dan pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum bergerak kearah mekanisme administrative yang berhubungan dengan usaha pengembangan program yang disesuaikan dengan potensi, karakteristik dan kebutuhan daerah bahkan secara spesifik berdasar potensi dan kemampuan sekolah. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan efesiensi penyelenggaraan system pendidikan pada umumnya dan proses belajar mangajar pada khususnya.
Konsekwensinya pemerintah pusat harus memberikan kepercayaan dan tanggung jawb sepenuhnya kepada daerah dalam hal ini Kantor Dinas Pendidikan Propinsi, yang selanjutnya harus dapat menciptakan iklim yang kondusif pada lembaga pelaksana (sekolah dalam mengembangkan kurikulum)
Secara teoritis desentralisasi memberikan keuntungan yang besar dan dapat bernilai tinggi. Penilaian mengenai hal ini bisa secara abstract ataupun konkrit tergantung pada kondisi kebijakan dan social ekonomi masyarakat yang bersangkutan.
Dari sudut pandang ini, pola pendekatan pengembangan kurikulum secaraa desentralisasi selayaknya dapat mencapai sasaran pada proses perencanaan dan pemrograman secara menyeluruh . selain itu sanggup merancang maupun mengontrol kegiatan administrative (pengembangan kurikulum) sebagaimana mestinya. Proses hasil perencanaan program harus dilaksanakan secara tuntas. Sebaliknya jangan hanya merupakan suatu petunjuk (indikasi) kegiatan dalam rangka pengaturan yang menjamin penerapan pelaksanaan hasil pengembangan program.
Berkenaan dengan hal tersebut Subandijah (1996:204), menyatakan bahwa pengembangan kurikulum dapat berlangsung dengan baik apabila memiliki 5 perhatian utama yaitu:
1. karakteristik khusus system social, ekonomi dan kekuasaan
1. tingkat evolusi dan kompleksitas administrative
2. ketidaksamaan antara kesungguhan pemerintah daerah dalam mendistribusikan maupun cara pengumpulan data
3. keterbatasan tenaga teknis secara khusus
4. ketersediaan bantuan untuk pelaksanaan program dari pihak pemerintah maupun swasta.
Penyelenggaraan pendidikan yang menerapkan pola pengembangan kurikulum secara desentralisasi menuntut adanya kerja sama dan partisipasi berbagai pihak, tidak hanya pihak yang terlibat secara langsung dalam dunia pendidikan dan pelaksanaan kurikulum. Hal ini berdasar asumsi bahwa semua pihak secara moral bertanggung jawab atas kelancaran serta keberhasilan pelaksanaaan pendidikan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
kalo boleh tahu referensinya dapat dari mana?
BalasHapus